Minggu, 21 Juli 2013

Perjuangan untuk Negeri Tercinta

Bulan agustus ini Suwarno pulang ke kampung halamannya untuk merayakan lebaran dikampung bersama sanak saudara. Momen puasa Ramadhan tahun ini bersamaan dengan momen peringatan kemerdekaan yang ke 66 tanggal 17 Agustus nanti. Disepanjang jalan desa menuju kerumah warno sudah banyak terpasang bendera merah putih,umbul umbul dan gapura tanda peringatan tujuh belas agustus dimana setiap tanggal tersebut diperingati sebagai hari bersejarah terbebasnya bangsa kita dari penjajahan bangsa lain. “Perjuangan yang panjang dari para pahlawan indonesia dan sudah sepatutnya kita menghargainya dan juga melanjutkan perjuangannnya untuk masa kini” begitu batin suwarno dalam perjalanannya pulang kali ini.
Dan setiap warno kembali kekampung halamannya, ia selalu teringat banyak kenangan dan perjuangan hidup dengan ibu dan seorang adik perempuannya.Suwarno anak sulung dari Mak ijah,yang seorang janda beranak dua. Bapaknya meninggal dunia saat warno dan adiknya masih kecil.Mak ijah harus berjuang sendirian dan mengambil alih peran pimpinan keluarga untuk membesarkan dan menyekolahkan dua orang anaknya Suwarno dan Suwarni.Tak terbayangkan beban berat yang ditanggung mak ijah sejak kematian suaminya. Hidup Mak ijah mulai saat itu adalah untuk berjuang memberikan pendidikan yang layak untuk anak anaknya. Biarpun mak ijah hanya lulusan sekolah dasar tapi mak ijah ingin kedua anaknya bisa bersekolah dengan layak dan dapat memperbaiki nasib.
“Sumpil, sumpil” begitu suara mak ijah yang biasa terdengar dipagi hari menyusuri jalan dan gang didesa kecil itu. Ya, mak ijah berjualan makanan jadi yang disebut “sumpil” atau biasa disebut “lontong sayur” kalo didaerah lain.Sumpil makanan khas didaerahnya yang terdiri dari lontong dan sayur lodeh serta ditaburi bubuk kedelai.Tidak hanya berjualan sumpil saja yang mak ijah lakukan setiap harinya. Mak ijah juga membawa sayur untuk dijualnya.Selesai jualan keliling desa, mak ijah biasanya pergi kepasar untuk berbelanja bahan dan keperluan lainnya untuk “sumpil” yang dijualnya besuk. Sesampainya  dirumah biasanya mak ijah langsung mempersiapkan untuk merebus lontong. Karena membuat lontong dari daun ini memakan waktu lama biasanya mak ijah memulainya dari siang hari. Warno dan Warni dua anak mak ijah yang baik dan patuh kepada ibunya selalu ikut membantu mempersiapkan barang dagangan ibuknya sepulang mereka dari sekolah. Seperti membantu membersihkan sayur, membersikah daun pisang untuk bungkus,menjemur kayu bakar untuk bahan bakar tungku masak, membantu memarut kelapa, mencuci piring dan perkerjaan rumah yang lainnya. Sejak SMP warno membantu ibunya mencari tambahan dengan ikut merawat sapi dan kambing milik pak yono tetangga mereka. Sepulang sekolah dan beristirahat warno melaksanakan tugasnya untuk mencari rumput dan membersihkan kandang pak yono. Demikian setiap harinya. Warno memang anak yang baik dan selalu berusaha membantu dan meringankan beban ibunya.
Mak ijah memang mendidik warno dan warni untuk jadi anak anak yang selalu bisa menerima kenyataan dan takdir dari Allah. Mak ijah mendidik warno dan warni dengan bekal agama yang kuat. Warno dan warni diminta mak ijah untuk belajar ngaji dirumah pak kyai abdurahman yang letaknya jauh dari rumah mereka. Walaupun harus berjalan kaki setiap harinya kurang lebih setengah kilo meter mereka tak pernah mengeluh.Mak ijah tidak ingin anak anaknya tumbuh besar dengan tidak mengenal agama dan iman, karena dengan iman mak ijah yakin allah akan selalu bersama mereka, membantu mereka mengatasi segala permasalahan hidup.Dan dengan iman pula mak ijah yakin warno dan warni  akan jadi hamba allah yang dipermudah untuk menggapai cita cita dimasa depannya.
Bersyukur warno adalah anak yang cerdas dan rajin belajar ditengah keterbatasan waktunya yang harus membantu ibunya. Dan hal itulah yang membuat mak ijah semakin terpacu untuk bisa menyekolahkan warno paling tidak sampai STM (*sekarang SMK = Sekolah Menengah Kejuruan). Mak ijah berharap setelah lulus STM warno bisa bekerja dan membantu ekonomi keluarga, dan ikut membantu biaya adiknya yang saat ini masih disekolah dasar.Pada akhirnya dengan kegigihan mak ijah berjuang bisa menyekolahkan warno sampai SMP. Saat di SMP warno mendapatkan beasiswa karena diusulkan dari desa sabagai anak yang berprestasi dan tidak mampu. Setidaknya hal ini lebih meringankan mak ijah. Mak ijah selalu bersyukur kepada Allah atas segala rizki yang diberikan Allah untuknya. Walaupun mungkin kadang ada tetangga yang kurang bagus perangainya menyindir dengan kata kata yang menyakitkan. “Berapa sih hasilmu jualan sumpil dan sayurmu, Mak? Sedikit kan? Mbok warno disuruh kerja saja biar bantu keluarga nggak usah sekolah tingi-tinggi, SMP saja sudah cukup mak”. Mak ijah tidak pantang menyerah, mak ijah rela mencari tambahan uang dengan menjadi tukang  cuci dirumah tetangga yang tergolong kaya dan bisa meminjaminya uang untuk biaya warno masuk STM.
Mak ijah rela dihina sebagai orang miskin, tapi mak ijah tidak rela bila dikatakan sebagai peminta minta, selama dia bisa berjuang untuk keluarganya dengan jalan yang halal sesuai ridho Allah maka dia akan menjalani semuanya dengan ikhlas. Mak ijah mempunya prinsip yang kuat walaupun dia hanya seorang janda miskin yang tidak punya bekal pendidikan yang tinggi. Sering kali dia memberikan wejangan kepada anak anaknya walaupun kita miskin tapi kita orang beriman dan berperilaku jujur. Pesannya kepada anak anaknya  “Jo Pek Pinek barange liyan” yang dalam bahasa Indonesia berarti “Jangan mengambil barang atau hak orang lain”. Mungkin kalimat ini begitu sederhana namun dalam maknanya. Betapa pikiran mak ijah adalah pikiran orang yang merdeka secara akal, dia tidak merasa terjajah oleh kemisikan tapi justru menjadikan kemiskinan itu menjadi ladang amal ibadah dan pemacu dirinya untuk bangkit membesarkan dan menyekolahkan anak anaknya hingga jenjang yang tinggi.
Pada akhirnya warno berhasil lulus SMP dengan danem yang memuaskan dan diterima di STM negeri dikotanya dengan jurusan Teknik Mesin. Karena kecerdasannya dan tingkah lakunya yang sopan santun warno berhasil mendapatkan beasiswa disekolahknya.Tentu sangat membahagiakan dan membanggakan warno bisa meringankan beban biaya yang harus ditanggung mak ijah. Dengan sepeda bututnya setiap hari warno berangkat kesekolah yang jaraknya 15 KM. Peluh dan keringat yang menetes setiap harinya semakin membuatnya bersemangat untuk bisa memberikan yang terbaik untuk emaknya. Tak dia perdulikan ejekan kawan kawannya yang naik sepeda motor keluaran terbaru dengan membunyikan klakson klakson dengan maksud mengejek. Warno hanya tersenyum melihat tindakan kawan kawannya. Dia yakin Allah sayang kepadanya dan juga keluarganya. Dengan ujian kemiskinan ini tidak menjadikan warno seorang anak yang putus asa dan menyerah,ataupun  marah pada Tuhan akan nasibnya. Tidak, tidak sama sekali. Tidak juga rasa malu akan keadaan dirinya dan juga keadaan emaknya. Baginya emaknya adalah pahlawan untuk dirinya dan juga keluarganya.
Buah manis dari sebuah perjuangan dan kesabaran warno  akhirnya bisa dinikmati. Ia lulus dengan predikat sangat memuaskan diantara kawan kawannya dan mendapatkan tawaran perkerjaan lewat sekolahnya dari sebuah perusahaan  beroperasi diibukota propinsi. Betapa senang hati suwarno dan mak ijah akhirnya warno bisa membantu perekonomian keluarga dan bisa menyekolahkan adiknya. Tidak berhenti sampai disitu, saat bekerja warno melanjutkan lagi sekolahnya disebuah institut teknik pada malam harinya disebuah universitas. Karena prestasi dan ketekunannya diperusahaan warno sering dikirim untuk  training keluar negeri. Begitu juga dengan prestasinya dikampus yang bagus pada akhirnya membuat warno lebih memilih jalan menerima tawaran bekerja sebagai dosen dikampus tempat kuliahnya daripada bergelimang materi dengan bekerja diperusahaan asing yang memberi penawaran lebih bagus. Panggilan jiwanya yang ingin mendedikasikan dan memberikan  ilmunya untuk generasi bangsa lebih kuat. Sebagai dosen dia berkeinginan kuat untuk ikut serta mencerdaskan generasi muda negara Indonesia sesuai bidang yang telah dia kuasai.Keinginan yang begitu kuat untuk mengabdi kepada bangsa itu muncul saat warno tersentuh dengan sebuah petikan dari buku biografi tokoh nasional yang dibacanya “Jangan tanyakan apa yang telah negara lakukan untuk dirimu tapi bertanyalah apa yang bisa kamu lakukan untuk negaramu”. Dengan mengabdi kepada negara dan menjadi seorang dosen dirinya merasa berarti dan bisa membagi ilmunya untuk generasi muda penerus bangsa. Suwarno berjuang untuk Negeri tercinta dengan caranya yang mulia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar